Cinta [Part 2]
Alias cinta monyet.
Sebenernya untuk memulai topik ini, I'm not really sure what these love things are. Cinta dalam konteks romantis bikin aku bingung dalam berbagai hal. Mungkin karena nggak pernah mengalami juga dan kupikir kalau pun cinta dengan konteks romantis ekspresinya adalah menikah, I feel like marriage is so much more than that. Pernikahan itu nggak akan bertahan kalau fondasinya hanya sebatas cinta. It will worn out at some point. Konteks utama suatu hubungan itu adalah komitmen, menurutku. Seberapa besar komitmenmu, seberapa besar toleransimu.
I'm not a love expert. But somehow when you never actually have a romantic relationship with anyone, you can give better love advices (LOL). Karena sudut pandangku masih ideal mungkin?
Dalam 18 tahun yang pendek ini, aku cuma pernah "suka" sama dua orang laki-laki. Yang pertama ketemu waktu kelas 1 SMP, lalu kami satu SMA juga. Yang kedua ketemu waktu kelas 1 SMA, dan kami sekelas tiga tahun. Aku udah nggak seberani dan segamblang itu menyebutkan aku "cinta" mereka berdua, atau salah satu dari mereka adalah "cinta pertama"ku lagi. Setelah semua hal yang aku alami, aku malah bingung sama perasaanku. Cinta dan suka itu apa sih. /lalu zia pun tersesat/
Mungkin beberapa yang baca blog atau postinganku sebelumnya, have read briefly about them. Aku nggak pernah suka sama seseorang yang jauh, pasti mereka-mereka yang ada dalam lingkungan pertemanan dan mudah dijangkau (?). Kebanyakan orang nggak percaya kalau aku suka sama dua orang ini.
Aku yang selalu dicap
Oh, mereka bukan bad boy yang kamu bayangin kok. Dua-duanya anak baik, generally. Kami satu ekskul juga; DKM. Lol. Troublemaker dalam konteks yang berbeda.
Did I actually like them more than the terms of friends? Probably.
Aku tipe cewek yang susah move on. Ngeceng seseorang sekali dan entah kenapa nggak pernah berakhir. Kecengan nomor satu masih suka bikin deg-degan (padahal cuma lewat doang), tapi bukan berarti aku masih suka dia (dalam arti pengen deket sama dia, atau jadi pacarnya). Nggak. Kecengan nomor dua ada karena aku pengen move on dari kecengan pertama, dan eventually berakhir mengecewakan.
Masih inget kan? Dia, si Ketua DKM. Iya. Seberapa pun aku suka orang lain, aku nggak berharap bisa pacaran sama orang itu. Selain dilarang QS Al-Isra:32, aku nggak menemukan benefit dari pacaran. Aku lebih sering disebut 'family girl' sama temen-temen karena keseringan ada di rumah, beralasan nggak dateng pertemuan ekskul karena 'ngurusin adik'. Aku nggak bisa membagi waktu buat diriku sendiri, gimana buat orang lain?
Dan melelahkan rasanya, kalau kamu harus ngurusin orang lain, pada saat nggak ada hubungan legal apa pun yang mengukuhkan kalian. Buat apa?
Aku kenal seseorang yang punya pacar. Pas makan malem bareng sama temen-temen selepas acara, pacarnya nggak berhenti nelepon. Dia kan lagi makan, capek, sibuk. Jadi ponselnya di-flip. Eh pacarnya nelepon lagi, lagi, dan lagi. Dia tetep nggak bales. Akhirnya sang pacar mulai neror temen-temennya, nanya kenapa dia nggak ngangkat telepon.
How could people live with that, honestly.
"Tapi kan nggak semua pacar kayak gitu!"
Sure. Tapi beneran deh, buat apa terikat sama sesuatu yang nggak pasti? Punya pacar, pamer di instagram. Begitu putus, hapusin deh fotonya satu-satu.
"Tapi ada yang pacaran lama sampai nikah!"
Sure. Makanya atuh, sing tahan. Kuatkah kamu, menerima semua kekurangannya, ketika hubungan kalian resmi aja nggak? Kan kalau udah nikah, kalian ketahan komitmen. Masa cuma bete gara-gara dia kalau ke kamar mandi suka lupa flush aja langsung minta cerai? Ehehe. Minta putus mah gampang iya gak?
Tapi nikah muda bukan jawabannya kalau kalian cuma mau melegalkan hubungan ya.
Dan si ketua DKM ini... jadian sama seorang cewek di hari kelulusan SMA. Yey.
Reaksi pertamaku, kecewa. Reaksi kedua adalah marah. Reaksi ketiga adalah... nggak memedulikan lagi.
Aku ternyata mudah kecewa ketika kecenganku nggak sesuai ekspektasi! Ohohoho. Satu tindakan, and I'm out. Meski sekelas dan suka dari kelas 1 SMA, itu nggak membuatku lebih toleran dan memahami tindakannya.
Eh, bukannya wajar ya? Kan manusia. Kamu nggak bisa punya ekspektasi sama manusia, karena mereka selalu berubah. Makanya jangan berharap sama makhluk fana, berharaplah sama Allah. Apakah wajar ketua DKM pacaran? Wajar aja. Kan dia manusia.
Kesimpulannya, cintaku dangkal. Jadi apalah yang namanya cinta, aku nggak paham.
Dan pesan untuk para ikhwan; jadilah kecengan yang reliable. Kalau kamu dari awal mendeklarasikan "dan janganlah kamu mendekati zina," maka lakukanlah. Setidaknya pegang omonganmu sendiri.
Kecengan yang nomor satu juga begitu. Dia bilang, "nggak akan pacaran sebelum belajar bener," lalu dia masuk kelas unggulan dan ting! Jadianlah dia sama temen sekelasku. Setelah itu dia banyak pacaran sama cewek, tapi cuma sebentar-sebentar. Dia memang cowok populer dan jago olah raga. Ini dari PoV aku sih, judgemental aku yang pengamat ece-ece.
Everybody have their own reasons, probably.
Jadi, entahlah.
Dari pengalaman-pengalaman ini, aku yang meski ngaku susah move on, kayaknya bukan itu juga deh yang sebenernya aku alami. Aku mungkin sebenernya nggak terlalu peduli sama laki-laki dan sekedar ngeceng-ngeceng ringan aja, lalu memutuskan untuk 'suka', tapi nggak pernah follow up atau update lagi. Jadi ketika tahun-tahun berganti, aku masih merasa kalau aku suka sama mereka. Padahal mungkin nggak juga.
...lalu... ada yang bisa jelasin kenapa aku masih deg-degan ketemu yang pertama? Ahaha. Such mystery. Aku sama dia udah berbeda jalan banget sih. Jadi aku nggak punya keinginan apa pun yang terkait sama dia.
Aku nggak pernah pacaran sebenernya karena keadaan. Kan prinsipku datengnya juga bertahap. Nggak ujug-ujug aku punya pendirian dan pemikiran sedemikian rupa. Dulu aku polos ala-ala remaja biasa, ngerasa mungkin dalam satu poin kehidupanku di SMP atau SMA bakalan punya pacar. Tapi mungkin Allah juga melindungi aku dalam berbagai hal. Dulu SD-ku SD Islam swasta dan aku bukan siswi yang populer atau cantik. Aku biasa aja, pendiem, dan memang nggak pernah ngelakuin hal yang aneh-aneh. Caleuy. Kalau main sama temen-temen aja jadi anak bawang.
Aku juga nggak begitu familar sama uang, karena ortu ngedidik aku untuk nggak 'jajan'. Seinget aku sih, aku baru megang uang kelas 5 SD. Karena ada program bernama 'Economic Day' di sekolah yang tiap siswa boleh bawa uang maupun jualan makanan, setiap hari Jum'at. Lima ribu rupiah dulu cukup buat beli berbagai jajanan ringan; jeli, es, mie goreng, cireng. Dan makanan di situ murah-murah semua, juga sehat, karena kan yang bikinnya orangtua murid.
SD-ku memang punya katering sendiri, jadi siswa-siswa nggak terbiasa jajan. Aku yang versi SD jarang mikirin laki-laki. Yang tiap keputrian buka kerudung di kelas, karena anak-anak cowok jum'atan di masjid, terus pas mereka balik kita masih belum pake kerudung aja hebohnya minta ampun. Aku anak SD caleuy yang lebih peduli baca komik, nulis cerpen dan ngomongin Natsume Hyuuga, karakter hero di komik Gakuen Alice, daripada fokus ke percintaan beneran. Nggak kepikiran aja gitu.
Tapi pertama kali 'ditembak' adalah waktu SD. Lol. Iya. Aku sih nggak nganggep itu serius dan cuek aja. Nggak tertarik dan merasa harus 'jadian', aku pun move on ke masa SMP.
Orangtuaku nggak pernah berharap banyak dari aku yang otaknya pas-pasan. Tapi aku dapet nilai besar waktu UN dan di situlah keambisan orangtuaku mulai membara. Ternyata aku nggak se-caleuy yang dikira. Jadi aku didaftarin ke salah satu SMP Negeri favorit... yang malah bikin aku tambah caleuy.
Sekolah negeri itu beda drastis sama sekolah swasta. Guru-gurunya nggak pedulian, PR dan tugas numpuk, dan temen-temennya amat beragam. Masuk kelas 1 SMP, aku disuruh buka kerudung sama ayah. Katanya biar aku nggak penasaran. Aku dikerudung dari kelas 1 SD, nggak pernah ngerasain gimana 'tanpa kerudung' dan beliau nggak mau kalau aku tutup-buka kerudung gitu.
Jadi, aku pun buka kerudung. Kemeja SMP pendek, roknya juga panjangnya cuma selutut. Masalahnya, aku kan nggak berpengalaman dalam tidak mengenakan kerudung, jadi aku cuek abis. Rambut lepek, cuek. Bawa sisir dan kaca boro-boro. Sementara temen-temen yang lain itu awal masuk SMP adalah persis mereka baligh. Keur memejeuhna. Pengen terlihat cantik dan dewasa. Tatanan rambut rapi. Sementara aku masih bocah.
Atas usul ayah, ekskul yang aku ikutin itu pramuka. Tambah parah kan. Kerjanya baris-baris, camping, ikut lomba tingkat, atau jambore. Ya udah deh. Aku yang masih bocah, caleuy, kulit item kebakar matahari, jarang pake parfum atau punya atribut kecewe-an, nggak menarik buat dipacarin.
Dan aku juga nggak peduli lol. Ah iya, ini juga saat-saat aku ketemu kecengan pertamaku. Iya, dia anak pramuka juga. Ini saat-saat krusial di mana dia belum mengalami pubertas, masih bocah, sama kayak aku. Sebelum dia tumbuh jadi siswa tinggi, populer, dan jago olahraga. Mari kita refer dia sebagai R aja.
Aku pake kerudung lagi di kelas 2 SMP, dan R berhenti ikut pramuka. Sebenernya aku memutuskan buat pake kerudung lagi karena mengalami pengalaman nggak menyenangkan. Aku ngerasa kalau nggak pake kerudung itu nggak aman. Seragam yang pake kerudung kan panjang, tertutup, nggak akan bisa dilecehi. Dan kerudung itu statement jelas kalau kamu orang yang berusaha untuk jadi lebih baik.
Kerudungku dulu masih pendek. Cuma sekadar disampir di bahu ujungnya, kadang diiket ke belakang karena disampir doang itu rentan jatuh dan nyebelin sangat. Tapi selalu pakai dalaman kerudung lagi. Apa poinnya pake kerudung tapi rambutnya keliatan, nembus, karena nggak pakai dalaman.
Setelah pake kerudung, kayaknya aku lebih terawat lol. Nggak se-budug waktu kelas 1. Nggak pacaran sama siapa-siapa karena baru patah hati, R kan mulai pacaran di kelas 2 SMP. Di kelas 3, aku ngambis mau masuk SMA favorit karena orangtuaku bilang "SMA 3 ketinggian buat kamu, Teh,"
Dan aku tersinggung! Sangat!
Jadi aku, di tahun terakhir SMP, jadi bintang kelas. Sekelas bimbel sama 4 cowok aneh. Awalnya aku pikir bakal sedih karena aku cuma cewek sendiri di kelas itu. Tapi ternyata sekelas sama cowok-cowok doang itu freak. Rame. Rivalry-nya juga tinggi. Aku nyimpen keseluruhan pengalaman itu di buku diary. Aku masih inget banget, ada Asbi, Edo, Toro sama Dwiky. Yang masuk SMA 3 cuma aku sama Edo. Dia di ITB sekarang, STEI gitu ya. Masih nyebelin.
...dan pacaran? Eh ga kepikiran. Kan aku ngambis. Awal masuk kelas bimbel, kami semua jomblo. Ketika kelasnya selesai, tinggal aku sendiri yang jomblo. Ya gitu deh. Mana kecengan pun tidak punya, aku malah ngabisin banyak novel Tere Liye di masa itu.
Sebelum masuk SMA, aku volunteer di pesantren kilat PAS (Pendidikan Anak-Anak Salman) ITB. Jadi kakak yang ngurusin adik-adik SD unyu selama lima hari. Aku juga alumni pesantren kilat PAS ITB waktu SD. Aku pernah ikut Sensphoria (Sains dan Seni Euforia gitu ya) dan Jumanji (Jurnalis, Masak dan Ngaji). Aku sering main di salman dari kecil. Karena ibu dan ayah sama-sama lagi S2 di ITB waktu aku lahir, aku sering dititipin di daycare bernama Bunda Ganesha, bangunannya persis di sebelah kantin salman ITB.
Aku juga nggak pernah masuk TK. Setelah lama di daycare, aku langsung masuk SD. Jadi praktis belum bisa baca waktu masuk SD.
Dari kegiatan volunteer itu, aku terpesona sama mahasiswi-mahasiswi Salman yang berkerudung panjang dan keliatan anggun. Jadi aku pun memutuskan untuk pake kerudung panjang di SMA.
Di SMA ini aku aktif di berbagai ekskul. Lingkung Seni Sunda, DKM Al-Furqan, Pramuka, dan Nihongo Kurabu 3. Mungkin kalian sering denger event fesival Jepang tahunan di SMA 3 bernama Inori (Isshouni No Monogatari). Nah aku pernah jadi panitia juga!
Mungkin karena lingkungannya kondusif dan memang bagus, aku kebawa sama banyak hal positif juga. Nemu banyak prinsip hidup sama temen-temen yang super keren. Belajar untuk punya pendirian yang lebih dalam. Maka aku semakin mantep untuk pake kerudung dan nggak pacaran. Gitu deh. R masuk 3 juga, dan aku ketemu si Ketua DKM, yang mari kita sebut A.
Aku lulus dengan penuh perjuangan di SMA. Sampai mata pelajaran Matematika Peminatan aku fail dan harus ngambil sks ulang. SMA 3 sistemnya emang udah sks. Meski susah, berkat SMA ini juga aku dapet kesempatan Summer Camp di Thailand.
Dan akhirnya, di kelas 3 semester 2, dari bulan Februari aku udah punya kepastian diterima kuliah di Thailand dengan beasiswa. Aku tetep ikut SBMPTN (karena nggak bisa ikut SNMPTN berkat nilai rapor yang menyedihkan) dan keterima di Unpad. Tapi akhirnya tetep memutuskan pergi ke Thailand, sendiri.
Ah, nostalgia. Mungkin nanti aku bakal cerita lebih banyak soal kampusku.
Dan pergi ke Thailand... lah mau punya kecengan gimana? Lol. Jadi, kisah cintaku beku sampai di sini. A dan R udah punya pacar, and I'm not after a person who already have partner.
Aku sempet merasa kurang percaya diri gitu, apa aku kurang menarik, jadi nggak ada laki-laki yang nyatain perasaan atau gimana? Tapi mungkin bukannya itu fungsi hijab panjang ya? Memberikan deklarasi kalau kamu perempuan yang cuma pengen diajak serius. Lol.
Aku punya temen nih, dia ngeceng anak DKM SMA sebelah
Mereka aktif di media dakwah yang sama. Temenku ini sering minta video materi sama dia. Tapi sayang, tiap kali temenku deketin dia, temen-temennya yang lain mulai nge-cie-ciein. Dan si kecengannya ini kan tipe ikhwan yang ketat banget ngejaga hijab, dari situ dia mulai ngejauhin temenku. Dan seharusnya nggak sebegitunya.
Temenku kan nggak ngumumin kalau dia suka si ikhwan ke semua orang. Cie-cie itu cuma bahan candaan temen-temen. Ngejaga hijab itu suatu kewajiban, tapi kan kamu nggak tau pasti dari sahut-sahutan cie itu apakah iya si akhwat ngeceng kamu? Kalau nggak, gimana? Kalau pun iya, kenapa? Kan akhwatnya nggak memberatkan kamu. Nggak meminta perhatianmu berlebihan, atau ngasih perhatian berlebih sama kamu, nggak pernah ngeganggu kamu, nggak pernah meminta kamu jadi pacarnya/menikahi dia juga. Bahkan akhwatnya nggak bilang dia suka sama kamu.
Ngejauhin orang tanpa alasan yang jelas itu bikin sakit hati. Apalagi tadinya orang lain itu murni pengen mengenalmu lebih deket aja. Urusan jodoh mah di tangan Allah.
Terbukalah, tapi jangan terlalu terbuka. Tertutuplah, tapi jangan terlalu tertutup.
Sikapnya temenku tiap ketemu si ikhwan sekarang adalah; kabur. Kepercayaan dirinya berkurang dan dia nggak mau ketemu ikhwan itu lagi. Aku sering bilang, ya udahlah. Insya Allah kamu bakal dapet kecengan yang lebih baik (?) dan berjodoh sama yang lebih baik juga.
Ah, udah malem. Jam 11 lagi. Waktu emang cepet ya... bentar lagi juga UTS...
Oke deh. Mungkin cukup sekian dulu. Lain kali aku mungkin akan bahas sesuatu yang lebih, tentang nikah misalnya. Karena aku, jujur aja, takut menikah.
So, thanks for reading. See you next time!
Comments
Post a Comment