Cinta [Part 1]


Cinta. Banyak orang mengasosiasikan kata ini dengan hubungan romantis, tapi kenyataannya nggak juga. Cinta adalah sebuah perasaan universal, yang nggak selalu romantis, tapi selalu hangat dan terasa menyenangkan. Dan rasa cinta yang paling absolut itu adalah rasa cinta orangtuamu dan rasa cinta Allah.

Mungkin banyak dari kita yang kurang menghargai, mengapresiasi, mensyukuri, seberapa besar rasa cinta orang lain yang telah dicurahkan pada kita. Aku pernah kok melalui fase itu, where I take things for granted, dan punya banyak pemberontakan ala remaja terhadap orangtua. Yang lebih parah, kita juga sering nggak sadar seberapa besar Allah mencintai kita.

Aku punya quote bagus dari kakek;

Allah itu nggak menghukum manusia. Manusia yang merusak dan menghukum dirinya sendiri.
Beberapa dari kita mungkin ngerasa di saat-saat desperate dan keadaan susah, bertanya kemana perginya Allah. Kenapa Allah membuat kalian mengalami hal ini. Ketika kegalauan semacam ini melanda, buka deh QS Al-Baqarah ayat 286.

Banyak juga dari kita yang mungkin nggak punya sosok orangtua yang ideal seperti di dalam kebanyakan novel karya Tere Liye. Ibuku nggak seperti Mamak, yang bangun paling awal dan tidur paling akhir, yang menyendok nasi paling akhir, atau diam di rumah. Ibuku lebih ke tipe wanita modern. Beliau senang berkarir, sekolah, pergi ke sana-sini.

Aku yang lebih sering bangun pagi, karena urusan sekolah dulu. Ibu biasanya masih tidur karena capek begadang ngerjain sesuatu. Ayahku juga nggak seperti kebanyakan ayah-ayah lain yang selalu siap sedia antar jemput. Beliau lebih suka diam di rumah, mengontrol via media sosial.

Tapi bukan berarti mereka bukan orangtua yang baik untukku. Keadilan itu adalah porsi yang sesuai tempatnya, maka orangtuaku adalah orangtua yang cocok denganku. Kadang, sebagai anak pertama yang segalanya serba pengalaman pertama, aku sering bete karena ibu jarang ambil rapor ke sekolah. Sibuk. Rapat. Apa (panggilan ayahku adalah 'Apa' ala keluarga sunda lainnya) cuma kadang-kadang aja datang ke sekolah.

Ibu nggak ingat aku di kumon level berapa, atau aku kelas apa. 4A? 4B? 7D? Ibu nggak menaruh banyak perhatian soal itu. Kadang aku ngerasa patah hati. Tapi mungkin ibu punya lebih banyak hal untuk dipikirin. Apa masih tipikal suami konservatif yang ingin dilayani, meski akhir-akhir ini mulai lebih independen dan ngebiarin Ibu pergi-pergi (karena pas ibu ditahan juga nggak ngaruh lol).

Ya begitulah. Keluargaku nggak sempurna. Dan aku sering marah sama keadaan. Dulu.

Lalu kita bergerak bersama-sama. Sampai akhirnya aku harus lepas dari orangtua di umur 17 tahun. Di perjalanan itu aku belajar banyak. Bahwa ibu dan apa sama-sama memulai segalanya dari nol. Nggak ada back up dari keluarga keduanya, karena sama-sama pemula. Beli rumah sendiri, mendidik anak sendiri, beli mobil, punya aset, semuanya mulai dari nol.

Keluargaku selalu punya target setiap tahunnya. Harus ada yang berkembang. Misalnya tahun x, apa lulus S3. Tahun y aku berhasil masuk SMA favorit dengan nem bagus. Tahun z, ibu berhasil pergi umrah. Tahun v beli rumah kos-kosan. Tahun d renovasi rumah. Tahun g, adik lahir. Semuanya dicatat. Semuanya kemajuan kami.

Ibu dan apa selalu berjuang untuk ngasih aku hal-hal yang mereka nggak dapetin sebagai anak dulu. Ngasih aku pendidikan terbaik, fasilitas yang bagus, dan mungkin hal-hal kecil seperti level tingkat kumon bukan perhatian besar. Asal aku terus masuk kumon dan ngerjain PR, mereka oke-oke aja. (Tapi aku akhirnya berhenti kumon... taruhan sama ibu kalau masuk SMA 3 nggak bakalan kumon lol)

Ketika orangtuamu nggak sesuai harapanmu, kamu mungkin yang kurang paham situasi dan kondisi mereka. Pada dasarnya, orangtua selalu pengen ngasih kamu yang terbaik. Sayang, kata 'terbaik' itu relatif di matamu. Dan ketika kamu nggak setuju, ngobrolah baik-baik. Jangan sakitin atau sia-siain usaha orangtua dalam membahagiakan kamu.

Cinta yang lain, mungkin adalah cinta antarteman. Ada orang-orang yang kamu harapkan untuk jadi sahabatmu, ada orang-orang yang selalu ada buatmu tapi kamu nggak nyadar. Yeah. Kerasa banget di saat-saat seperti ini. Jauh dari jangkauan orang lain, siapa yang tetep keep in touch dengan kamu?

Hehehe.

Tapi jangan suudzan juga sama sahabatmu yang nggak sempat menghubungi. Mungkin mereka sibuk. Hectic. Dan wajar aja kalau posisimu mulai tergeser, karena mereka pun bakal ketemu orang-orang baru. Orang-orang yang bakal lebih familier karena selalu bareng di saat kamu justru jauh dari mereka. Cemburu? Wajar aja kok.

Intinya sih jangan menuntut terlalu banyak. Be the cool bestfriend. Keep in touch always. Jadi ketika kalian ketemu, kalian bakal tetep tersenyum satu sama lain. Teriak-teriak "Kangeeeennnn!" sambil pelukan ala teletubbies. Or at least that's what I do.

Pertemanan itu selalu asyik. Ada quote bagus juga nih;
Friendship marks a life even more deeply than love. Love risks degenerating into obsession, friendship is never anything but sharing. -Elie Wiesel
And it's so true! Sepenggal lirik Wanna Be-nya Spice Girls nih;

If you wanna be my lover, you gotta get with my friends
Make it last forever friendship never ends, 
If you wanna be my lover, you have got to give, 
Taking is too easy, but that's the way it is. 

Sooooo love you guys! Everywhere you are!

Dan ada sekumpulan screenshot yang bakal selalu aku simpen, dari temen-temenku ketika aku pamit mau kuliah ke Bangkok, dan ini salah satunya;




Terharu sangat :"

Sayangi temen-temenmu pada waktunya guys. Karena kamu cuma tau kalau kamu kehilangan ketika mereka ngga ada. :"

Bersambung ke part 2~ 

Part 2 nanti aku bakal ngebahas yang masalah cinta dalam konteks romantis. Mungkin sebagai appetizer, bisa baca postinganku dulu yang terkait soal itu di sini. Tapi itu postingan tahun 2014 jadi tolong dikondisikan, aku masih alay, masih sangat... muda /hoi

Aku sedang dipenuhi bunga-bunga ratjoen doenia saat itu dan kisah 'Si Ketua Ekskul' nggak berakhir bahagia. Dia... dia... yah.

Comments

Popular Posts