Si Ketua Ekskul

Halo, kali ini aku mau dateng dengan topik yang biasanya jadi sumber fangirlingan anak-anak cewek. 'Cinta'. Tapi kenapa judulnya 'Ketua Ekskul'? Itu rahasia yang akan dijawab di bawah. Lol. :D

Sebenernya, ini materi mentoring (iya, aku anak DKM dan jadi teteh mentor) yang pengen aku sampaikan ke anak-anak 2017, tapi lalu, apa ruginya juga posting? Boleh jadi taunya lebih leluasa curhat-curhat tersembunyi. Hehehehe. Kan perasaan suka itu nggak boleh diumbar. /heh

Jadi iya, cinta.

Iya ketua Ekskul. Ekskulnya ekskul rohis.

Gimana kalau kamu suka sama ketua ekskul rohis? Yang alim, yang mentingin hal-hal primer daripada tersier? Di sini kita sebut inisialnya A.

Aku pertama kali bertemu A di ruangan kelas, akhir musim semi. Baru selesai MOS (atau di sekolahku, PLiST), dan baru hari pertama banget ketemu wajah-wajah yang kelak akan jadi teman sekelas selama setahun ke depan. Waktu itu aku masih terjebak nostalgia aneh, masih susah move on dari cinta pertamaku (yang sudahlah, lupakan saja namanya).

Dulu, hubungan perorangan di kelas lumayan dekat. Mulai muncul permainan orang-orang di kelas berpasangan satu sama lain. Hanya sebagai senang-senang sebagai pelepas stress. Aku secara random memilih seseorang yang belum dipilih siapa pun.

Lagipula A kooperatif dan baik. Sama-sama wota, setipe.

Jadi, mulailah pairing-pairing random mendominasi kelas. Bahkan aku dan A terpilih menjadi nominasi best couple kelas. Meskipun nggak menang. Lol.

Kami nggak pacaran, hanya main-main. Tapi bagiku, itu bahan ultimatum dari pertanyaan-pertanyaan teman.

"Zi, kamu suka sama A?"

"Kalau pun suka sama A, aku nggak masalah. Supaya bisa move on."

Ada satu cara yang diberitahu teteh mentorku, ketika kita mengagumi seseorang, cobalah kagumi juga orang lain, supaya perasaan yang meluap bisa terjaga dengan baik. Ucapanku bukan ucapan sembarangan yang asal. Ada kalanya ketika belum saatnya kamu pacaran dan perasaan menggebu sejenis itu memang harus dihilangkan.

Dalam konteks ini, perasaanku sedikit melebihi batas. Aku pertama kali susah move on dari orang yang se-SMP (dan sekarang se-SMA lagi). Sudah nyaris mendekati tahun keempat perasaan itu tersimpan, dan aku yakin nggak baik menyimpannya lama-lama.

Maka A, menjadi pengalih perhatianku, kalau sebenarnya banyak orang yang bisa dikagumi sedemikian rupa.

Ketika kamu mencari esensi dari perasaan cinta yang kamu rasakan, kamu hanya peduli apa yang kamu rasakan. Sedangkan pada kenyataannya, sikap manusia tidak pernah seromantis film dan novel. Kebanyakan wanita ingin berpacaran karena dipancing film, novel, dan angan-angan romantis lainnya.

Kalau ditinjau dari 'apa' yang diinginkan dibalik pacaran, adalah perasaan meluap yang menggebu. Kita pasti ingin merasakan bagaimana degup jantung ketika berpegangan tangan, atau merasa dimiliki oleh seseorang, mempunyai tumpuan, juga seseorang untuk diandalkan.

Tapi, apa yang sebenarnya dikejar dari aktivitas tersebut?

Pacaran tidak lebih dari aktivitas yang digunakan manusia untuk menciptakan perasaan-perasaan tertentu, yang belum tentu nyata dan terealisasi. Pacaran mendorong manusia untuk berbuat apa pun untuk mendapatkan jenis perasaan itu, lalu menjadi sesuatu yang tidak baik sifatnya.

Aku menyukai si ketua ekskul. Menyukai A. Perasaan menggebu adalah sesuatu yang wajar, namun terlalu jauh untuk dinyatakan sebagai 'cinta'. Banyak hal-hal kecil yang dia lakukan untuk sekedar membuat hariku membaik. Hormon. Cuman dapet senyuman kadang-kadang bisa membuat duniaku jungkir balik menyenangkan.

Moodbooster abis.

Dia laki-laki yang baik, pintar, dan mampu diberi amanah. Wajar kalau banyak yang kagum. Aku yang sudah kenal A semenjak awal semester SMA, tahu ia punya banyak potensi. Siapa yang tahu, ternyata dia malah menjadi ketua ekskul yang beranggota terbanyak di sekolah. A yang awalnya hanya cowok kalem yang introvert, sekarang berubah menjadi populer.

Sebagai gadis biasa yang suka laki-laki, aku tipe cewek yang tidak suka membagi hal yang hanya kuketahui sendiri dengan orang lain. Aku terganggu dengan cahaya yang menyorotnya, namun aku merasa A menghargaiku sebagai cewek dan mempercayakan beberapa hal sebagai teman dekat. Jadi kupikir, ada beberapa hal yang bisa kusimpan sendiri.

Nggak banyak orang tahu sifat asli A. Dan ketika kupikir aku tahu lebih banyak, itu membuat perasaanku jauh lebih baik.

Dulu, aku lebih tertutup. Ketika menyukai seseorang, aku menjauhinya. Aku tipe yang lebih suka memerhatikan, memantau. Tapi, pengalaman kali ini agak berbeda. A awalnya adalah teman dekat dan aku nggak mungkin menyingkirkannya begitu saja.

A juga tipe yang santai. Dia bukan orang yang merasa terganggu jika ada yang menyukainya. Dia sama rasionalnya denganku; karena perasaan adalah sesuatu yang wajar.

Buatku, ketika aku benar-benar menyayangi seseorang, maka semakin jauh hatiku dari pacaran. Orang yang kita sayangi tidak pantas diajak bermaksiat, melakukan sesuatu yang jelas-jelas nggak dibolehin agama. Cinta terlalu tinggi untuk diekspresikan dengan pacaran.

Aku tahu susahnya melawan perasaan itu. Tapi manusia menjadi mulia ketika berhasil mengatur perasaannya (nafsunya). Maka jalan yang dipilih setiap orang akan berbeda-beda.

Aku juga pernah kehilangan kontrol. Kelepasan meminta teman menanyakan pada A, siapa yang dia sukai. Dan di sana A menyelamatkanku dalam berbagai arti. Dua jawaban yang dia berikan membuatku malu pada diriku sendiri.

Jawabannya; 1. Nggak akan kuberitahu
                      2. Nggak mau mikirin hal begitu.

Dan aku sadar, kalau memang sangat tidak pantas jika aku bertanya. Ke mana kehormatanku sebagai cewek, kalau nafsuku selemah ini untuk dikendalikan.

Pernah aku bertanya sama teteh mentorku, kenapa kita nggak boleh memberitahukan orang yang kita sukai tentang perasaan kita. Jawabannya pun sangat simple.


Karena kita tidak boleh mengotori hati kita dan orang yang kita sukai. Kalau orang yang kita sukai tahu kita menyukainya, lalu dia pun memiliki perasaan yang sama, meski nggak pacaran, perasaan itu akan membesar, menggebu, menjadikan kita memiliki hubungan tersendiri yang nggak dinamakan pacaran, namun aktivitasnya tetap mengarah ke sana.

Jadi, perasaan lebih baik disimpan sendiri :)

Adakah hubungan yang romantis, realistis, nyata, dan halal? Ada, ya menikah. Kalau umur dan kemapanan belum cukup untuk menikah, maka kita memang belum pantas memikirkan hubungan ke arah sana.

Menikah adalah hubungan yang lebih seru dari sekedar memikirkan cinta. - Teh Alnis, teteh mentoring di sekolah.
Nah, jadi gimana rasanya suka sama ketua Ekskul Rohis?

Aku ngerasa itu sesuatu yang menguntungkan. Karena ketika kamu memilih orang yang bisa menjaga perasaannya sendiri, kamu pun bisa jaga perasaanmu. Kalau jodoh, Insya Allah bisa dipersatukan di kemudian hari. Dan mudah-mudahan dua-duanya dapat dijauhkan dari kemaksiatan, baik kamu, atau pun orang yang kamu sukai.

Jadiin perasaan suka itu malah berkah buatmu dan buat orang yang kamu sukai. Cinta itu universal. Orang yang kamu sukai nggak mungkin hanya lawan jenis. Bukan malah mendorong kamu melakukan kemaksiatan atas nama cinta. ;)






Comments

Popular Posts